Nama: Mochammad Rifaldy
Nim: 1415201034
Kelas: AAS B / Semester 3
HADITS No. 1004
وَعَنْ ابْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «لَا يَخْطُبْ أَحَدُكُمْ
عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ، أَوْ يَأْذَنَ لَهُ»
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِلْبُخَارِيِّ
Artinya :
Dari Ibnu Umar berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa
Sallam bersabda, "Janganlah salah seorang di antara kalian melamar wanita
yang sedang berada dalam pinangan saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan
atau mengizinkannya." (Muttafaq Alaihi dan lafazhnya menurut Al-Bukhari)

و حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ
حَدَّثَنَا لَيْثٌ ح و حَدَّثَنَا ابْنُ رُمْحٍ أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ عَنْ
نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ لَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبْ بَعْضُكُمْ عَلَى
خِطْبَةِ بَعْضٍ
Artinya :
Dan telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Al Laits. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Rumh telah mengabarkan kepada kami Al Laits dari
Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Janganlah sebagian kalian membeli barang yang telah ditawar, dan
janganlah sebagian kalian meminang wanita yang telah dipinang."

Seseorang tidak diperkenankan mengkhitbah seorang wanita yang telah
di pinang oleh saudaranya (seorang muslim). Kata لَا يَخْطُبْ disini mengisyaratkan suatu ketidak bolehan yang dibebankan kepada
seorang muslim yang hendak meminang pinangan orang lain

Maksud dari hadits ini adalah bagi perempuan yang sudah di pinang,
mengindikasikan dia telah menjadi pemilik dari yang meminang, oleh karenanya
tidak diperkenankan menerima pinangan dari orang lain, agar dia juga bisa fokus
pada masa khitbahnya kecuali bila yang meminang memutuskan untuk meninggalkan
dia, maka ada kesempatan bagi muslim yang lain untuk mengkhitbahnya.

Dalam kaidah ushul, bahwa 'larangan' itu menunjukkan keharaman,
kecuali jika ada dalil yang menjelaskan bahwa larangan itu bukan untuk
menunjukkan keharaman. Menurut Imam An-Nawawi, bahwa menurut ijma' ulama wanita
yang dipinang itu milik si peminang (selama proses khitbah).
Al-Khaththabi berkata, "Larangan itu sebagai bentuk adab
[etika] bukan untuk mengharamkan, dan secara zhahir larangan itu berlaku baik
si pelamar sudah diberi jawaban atau belum. Pembahasan ini sudah kami jelaskan
dalam kitab jual beli, bahwa tidak diharamkan kecuali sudah tercapai
kesepakatan di antara keduanya. Hal ini berdasarkan kepada hadits Fatimah binti
Qais yang telah lalu. Dan ijma' mengharamkan melamar wanita yang sudah
memberikan kesepakatan dari pinangan orang lain. Dan jawaban [kesepakatan] itu
berasal dari wanita yang sudah baligh dan bisa memilih perkara yang baik
walaupun walinya masih kecil. Jika wanita belum bisa memutuskan perkata dengan
baik; maka harus dengan izin dari walinya berdasarkan salah satu pendapat yang
menyatakan bahwa si wali mempunyai kewenangan untuk nuelarang, hal ini hanya
berlaku pada jawaban yang jelas [terang-terangan]. Sedangkan jika tidak
terang-terangan, maka hukum untuk melamarnya tidak diharamkan. Demikian juga
jika belum ada jawaban, baik diterima atau ditolak, Imam Asy-Syafi'i menegaskan
bahwa diamnya seorang gadis menunjukkan ia menerima lamaran dari si pelamar;
dan cukuplah itu sebagai jawaban.
Apabila seseorang melangsungkan akad nikah padahal saat itu
diharamkan baginya untuk khitbah (meminang), maka menurut jumhur nikahnya sah.
Dawud berkata, nikahnya difasakh [dibatalkan], baik sebelum maupun sesudah
melakukan hubungan suami-istri.
Sabda Nabi, "atau mengizinkannya" menunjukkan dibolehkan
melamar setelah diizinkan, hal itu bisa dilakukan dengan berterus terang mengizinkan
bagi yang lain untuk melamar atau dengan cara lain yang dipahami sebagai bentuk
izin, karena izinnya menunjukkan pengunduran dirinya, maka dibolehkan bagi
siapa saja yang mau menikah dengannya.
Pembahasan tentang, "saudaranya" sudah dijelaskan pada
bagian terdahulu, bahwa itu menunjukkan haram hukumnya melamar wanita yang
sudah dilamar muslim lainnya, tapi tidak atas wanita yang dilamar oleh orang
kafir. Perbedaan pendapat di antara ulama dalam pembahasan itu sudah
dijelaskan. Namun, jika si pelamar orang fasik, apakah boleh bagi orang yang
saleh untuk melamar wanita yang sedang dilamar olehnya? Al-Amir Al-Husain
menerangkan dalam kitab Asy-Syifa, "Boleh melamar wanita yang sedang
dilamar orang fasik, dinukilkan dari Ibnul Qasim pengikut madzhab Imam Malik
dan diperkuat Ibnu Al-Arabi, yang pernyataannya agak mirip dengan pendapat
Al-Amir Al-Husain, yakni apabila si wanita yang sedang dilamar itu orang yang
baik-baik [salehah], maka orang fasik tersebut tidak sepadan dengannya, dengan
begitu khitbah yang dilakukannya tidak dianggap khitbah. Namun, jumhur tidak
mempersoalkan hal itu jika wanita tersebut menerima lamaran orang fasik
tersebut."




|
|
|||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||
|
|
|||||||||||||||||||||
|
|
Komentar
Posting Komentar