Bulugul Maram Hadits no 916 Ghasab

Nama                          : Pajar Ramdan
Nim                             : 1415201044
Jurusan                      : AAS B Semester 3
Tugas Mata Kuliah   : Hadits Ahkam

Hadits 916 “Ghasab”
Al-Ghasadengan membaca fathah huruf ghin dan sukun huruf shad adalah mengambil harta orang lain tanpa menggunakan cara yang dibenarkan di sisi Islam dan biasanya dilakukan dengan cara paksa.
عَنْ سَعِيْدِ بْنُ زَيْدٍ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ ص قَالَ (مَنِ اقْتَطَعَ شِيْرًا مِنَ اْلاَرْضِ ظُلْمًا طَوَّقُهُ اللهُ اِيَّاهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ اَرَضِيْنَ). منتفق عليه. 
Artinya: “Daripada Sa’id bin Zaid ra., bahwa Rasulullah saw., bersabda: “Barang siapa mengambil sejengkal tanah dengan cara zalim, maka tanah itu sampai tujuh lapis bumi akan dikalungkan oleh Allah kepadanya kelak pada hari kiamat.” (Muttafaq alaihi)

v  Makna Hadits
Merompak adalah mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan. Ia merupakan salah satu perbuatan zalim dan memakan harta orang lain dengan cara batil. Hadith ini menjelaskan bahwa balasan ke atas perbuatan mengambil tanah orang lain dengan cara tidak betul itu adalah pada hari kiamat kelak Allah akan mengalungkan tanah itu di lehernya hingga tujuh lapis bumi.

v  Kata-kata Penting
اقْتَطَعَ mengambil penggalan sesuatu. Kata kerja ini mengikut timbangan. Jadi kalimat ini menunjukkan perbuatan semena-mena dalam ...mengambil hak orang lain, kerana orang yang melakukan perbuatan ini memotong sesuatu daripada asalnya, kemudian menjadikan penggalan itu menjadi miliknya.
شِيْرًا jumlah dan kadarnya tidak ditentukan dengan jelas, sebaliknya hanya menyebutkan bahagian paling kecil sahaja. Jika ada lagi bahagian yang lebih kecil daripada itu, tentu disebut di dalam hadith ini.
ظُلْمًا dengan cara yang tidak benar.
طَوَّقُهُ dengan membaca fathah huruf tha’ dan tasydid huruf waw. Ulama berbeza pendapat mengenai makna tathwiq ini.
Ada yang mengatakan bahwa Allah menyuruhnya memindahkan tanah yang diambil secara zalim itu pada hari kiamat ke padang mahsyar. Ini sama dengan mengalungkan tanah itu di atas lehernya, namun tidak bermaksud dia benar-benar mengalungkannya. Tafsiran ini disokong oleh hadith Abu Ya’la daripada al-Hakam bin al-Harits secara marfu’:
“Barang siapa yang mengambil tanah yang menjadi laluan kaum muslimin, maka pada hari kiamat kelak dia datang dengan membawa tujuh lapis
bumi.” (Sanadnya hasan)
Ada yang mengatakan bahwa orang diseksa dengan ditenggelamkan ke dalam tujuh lapis bumi. Jadi setiap lapisan tanah berada di lehernya. Pendapat ini disokong oleh hadith yang diriwayatkan oleh al-Bukhari daripada Ibn Umar:
“Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah dengan cara yang tidak betul, Allah akan menenggelamkannya ke dalam tujuh lapis bumi pada hari kiamat kelak.”
Pendapat lain mengatakan bahwa apa yang dikalungkannya itu adalah dosa, namun pendapat ini lemah.
اَرَضِيْنَ dengan membaca fathah huruf ra’ namun boleh pula membacanya sukun. Maksudnya tujuh lapis dan setiap lapis terdiri daripada tanah, sebagaimana firman Allah:
Allah yang menciptakan tujuh petala langit dan (Ia menciptakan) bumi seperti itu; perintah Allah berlaku terus menerus di antara alam langit dan bumi. (Berlakunya yang demikian) supaya kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu, dan bahwa sesungguhnya Allah tetap meliputi ilmuNya akan tiap-tiap sesuatu.” (Surah al-Thalaq: 12).
Ulama melemahkan pendapat yang mengatakan bahwa maknanya adalah tujuh iklim.

v  Jalur Sanad
1.      Said bin Zaid ‘Amru bin Nufail → Abbar bin Sahal bin Sa’ad → al-‘Alaa bin ‘Abdur Rahman bin Ya’qub → Ismail bin Ja’far bin Abi Katsir → Yahya bin Ayub.
2.      Said bin Zaid ‘Amru bin Nufail → Abbar bin Sahal bin Sa’ad → al-‘Alaa bin ‘Abdur Rahman bin Ya’qub → Ismail bin Ja’far bin Abi Katsir → Qutaibah bin Sa’id bin Jamil bin Tharif bin ‘Abdullah.
3.      Said bin Zaid ‘Amru bin Nufail → Abbar bin Sahal bin Sa’ad → al-‘Alaa bin ‘Abdur Rahman bin Ya’qub → Ismail bin Ja’far bin Abi Katsir → Ali bin Hajar bin Iyas.

v  Pembahasan Fiqh Hadits
1.      Diharamkan melakukan perbuatan zalim dan orang yang berbuat zalim diancam dengan siksa di akhirat kelak.
2.      Diharamkan mengambil tanah orang lain walaupun itu sedikit, tetapi sebagian ulama fiqh mensyaratkan tanah yang diambil itu mempunyai nilai. Jika seseorang mengambil sedikit tanah yang tidak bernilai, tetapi dia mengambilnya secara berulang-ulang sehingga tanah itu menjadi bernilai, apakah perbuatan itu dikategorikan merompak? Menurut jumhur ulama, perbuatan itu tidak dikategorikan merompak, tetapi dia berdosa dan memakan harta haram sepanjang masa, meskipun jumhur tidak mewajibkannya membayar ganti rugi.
3.      Tanah dianggap dirampas apabila diambil secara paksa dan ini merupakan salah satu dosa besar menurut pendapat jumhur ulama, sementara menurut mazhab Hanafi, ini tidak termasuk perbuatan merompak.
4.      Jika sebidang tanah telah menjadi milik seseorang, maka dia dibolehkan untuk meminjamkannya hingga ke sempadannya dan dia berhak melarang siapa pun daripada menggalinya untuk membuat sumur dan lain sebagainya. Dia pula dibolehkan menjual isi kandungan yang terdapat di dalam tanah itu berupa tembaga, batu bukit, arang baru dan lain sebagainya, malah dia berhak menggali tanah itu dan kemudian menjual tanah galiannya selagi perbuatannya itu tidak merugikan jiran tetangganya. Jika merugikan jirannya, maka itu tidak dibolehkan.
5.      Al-Dawudi berkata: “Hadits ini menjadi dalil bahwa bumi terdiri daripada tujuh lapisan dimana antara satu lapisan dengan lapisan berikutnya saling melekat. Jika lapisan itu terpisah, memadailah bagi perompak itu mengalungkan tanah yang dia curi saja, kerana ia terpisah dengan lapisannya yang lain.” Bagi pensyarah kitab ini pula bahwa hadits menjadi dalil bahwa bumi yang tujuh lapisan ini tidak melekat antara satu sama lain, sebaliknya ia saling berpisah. Jika ia melekat antara satu lapisan dengan lapisan berikutnya, tentu mengkalungkan tujuh lapis bumi bagi orang yang mengambil tanah milik orang lain adalah menjadi sia-sia dan tidak ada manfaat. Menyebutkan tujuh lapisan bumi di sini adalah sebagai ancaman dan larangan supaya seseorang tidak sewenang-wenang mengambil hak orang lain.
6.      Manfaat dari benda yang dighasab. Menurut Mazhab Hanafi, manfaat barang yang dighasab tidak termasuk sesuatu yang dighasab. Karena, manfaat tidak termasuk dalam definisi harta bagi mereka, seperti mengghasab sandal, kemudian dikembalikan kembali. Menurut Jumhur Ulama, manfaat itu termasuk dalam definisi harta. Oleh sebab itu dikenakan denda jika barang yang dighasab tersebut dimanfaatkan orang yang menghasabnya. Dari definisi yang dikemukakan para ulama tersebut terlihat jelas bahwa ghasab tidak sama dengan mencuri. Karena, mencuri dilakukan secara sembunyi-sembunyi, sedangkan ghasab dilakukan secara terang-terangan dan sewenang-wenang sebagai menggunakan atau memanfaatkan harta orang lain tanpa seizin pemiliknya, dengan tidak bermaksud memilikinya.
7.      Hasil dari benda yang diambil tanpa izin. Menurut Imam Hanafi dan Abu Yusuf, hasil benda yang diambil merupakan amanah yang harus dikembalikan kepada pemiliknya. Akan tetapi, jika hasil dari benda itu dibinasakan (melakukan kesewenangan terhadap hadil benda yang dighasab) maka ia dikenakan denda, seperti buah dari pohon yang dighasab. Menurut Jumhur Ulama, jika pengghasaban menghabiskan atau mengurangi hasil barang yang dighasabnya maka ia dikenakan denda.
8.      Jenis benda yang dighasab. Menurut Imam Hanafi dan Abu Yusuf, ghasab terjadi hanya pada benda-benda yang bergerak, sedangkan benda yang tidak bergerak tidak terjadi ghasab, seperti rumah dan tanah. Menurut Jumhur Ulama, ghasab bisa terjadi pada benda bergerak, karena yang penting adalah sifat penguasaan terhadap harta tersebut secara paksa. Melalui penguasaan ini berarti orang yang mengghasab tersebut telah menjadikan harta itu sebagai miliknya baik secara material maupun secara manfaat.

v  Pendapat Pemateri
Menanami tanah ghasab termasuk haram. Karena, mengambil manfaat dari tanah ghasab adalah menghasilkan harta.

Komentar