Nama :
Firdaus Hernawan
Hadits No. 5
وَعَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ
: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : إذَا كَانَ الْمَاءُ
قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحْمِلْ الْخَبَثَ
وَفِي لَفْظٍ لَمْ يَنْجُسْ أَخْرَجَهُ
الْأَرْبَعَةُ وَصَحَّحَهُ
ابْنُ خُزَيْمَةَ وَالْحَاكِمُ وَابْنُ حِبَّانَ
Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika banyaknya air telah
mencapai dua kullah maka ia tidak mengandung kotoran." Dalam suatu lafadz
hadits: "Tidak najis". Dikeluarkan oleh Imam Empat dan dinilai shahih
oleh Ibnu Khuzaimah, Hakim, dan Ibnu Hibban.
Kajian Sanad:
Sumber :
Tirmidzi
Kitab :
Bersuci
Bab :
Lain-lain
No. Hadits :
62
“Telah menceritakan
kepada kami Hannad berkata, telah menceritakan kepada kami Abdah dari Muhammad
bin Ishaq dari Muhammad bin Ja'far bin Az Zubair dari Ubaidullah bin Abdullah
bin Umar dari Ibnu Umar ia berkata; "Aku mendengar dari Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau ditanya tentang air yang ada di
tanah lapang dan sering dikunjungi oleh binatang buas dan hewan hewan lainnya,
" Ibnu Umar berkata; Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
menjawab: "Apabila air itu mencapai dua Qulah maka tidak akan mengandung
kotoran (najis)." Abdah berkata; Muhammad bin Ishaq berkata; "Al
Qullah adalah beberapa guci besar, dan Qullah adalah air yang biasa dipakai
untuk minum." Abu Isa berkata; "Dan itu adalah pendapat Imam Syafi'i,
Ahmad, dan Ishaq. Mereka mengatakan; "Apabila air itu mencapai dua Qullah
maka tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis, yaitu selama tidak berubah bau
atau rasanya, dan mereka mengatakan; "kira-kira airnya sebanyak lima
Qirbah (kendi)."
Jalur Sanad
Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khathtab bin Nufail
↓
Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththab
Muhammad bin Ja’far bin az-Zubair bin Al-‘Awwam
Muhammad bin Ishaq bin Yasar
Abdah bin Sulaiman
Hannad bin As Sariy bin Mush’ab
Kata-kata Penting : قُلَّتَيْنِ
Pembahasan Fiqh Hadits :
Berapakah Ukuran 2 Qullah?
Istilah qullah adalah ukuran volume air yang digunakan di
masa Rasulullah SAW masih hidup. Bahkan 2 abad sesudahnya, para ulama fiqih di
Baghdad dan di Mesir pun sudah tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah.
Mereka menggunakan ukuran rithl yang sering diterjemahkan dengan istilah kati.
Sayangnya, ukuran rithl ini pun tidak standar, bahkan untuk beberapa negeri
Islam sendiri. Satu rithl air buat orang Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran
satu rithl air buat orang Mesir. Walhasil, ukuran ini agak menyulitkan juga
sebenarnya.
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2
qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Tapi kalau diukur oleh orang Mesir,
jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir mengukur 2 qullah dengan ukuran rithl
mereka dan ternyata jumlahnya hanya 446 3/7 Rithl. Lucunya, begitu orang-orang
di Syam mengukurnya dengan menggunakan ukuran mereka yang namanya rithl juga,
jumlahnya hanya 81 rithl. Namun demikian, mereka semua sepakat volume 2 qullah
itu sama, yang menyebabkan berbeda karena volume 1 rithl Baghdad berbeda dengan
volume 1 rithl Mesir dan volume 1 rithl Syam.
Lalu sebenarnya berapa ukuran volume 2 qullah dalam ukuran
standar besaran international di masa sekarang ini?
Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan
besaran zaman sekarang. Dan ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah
270 liter. Demikian disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul
Islami Wa Adillatuhu.
Jadi bila air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270
liter, lalu digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau kemasukan air yang
sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu
suci secara pisik, tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci . Tapi bila bukan
digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air
musta`mal. Namun kalau kita telliti lebih dalam, ternyata pengertian musta`mal
di antara fuqoha mazhab masih terdapat variasi perbedaan
Air Dua Kulah Di Indonesia & Air Musta’mal
1. Air Dua
Kulah
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2
qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Atau sama dengan 446 3/7 Rithl Mesir atau
sama dengan 81 rithl Syam. Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter.
Demikian disebutkan dalam kitab fiqih sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah
az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu.
Dalam mazhab Asy-Syafi`iyyah, bila air dalam suatu wadah
jumlahnya kurang dari 270 liter dan kemasukan air yang sudah digunakan untuk
berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci tapi tidak bisa
digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan digunakan untuk
wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.
Karena istilah musta`mal yang maknanya sudah digunakan berkaitan dengan
digunakan untuk wudhu` atau mandi saja, bukan digunakan untuk hal lainnya.
2. Air
Musta'mal
Air musta`mal berarti air yang sudah dipakai, maksudnya yang
telah digunakan untuk bersuci baik dalam berwudhu`, mandi atau mencuci najis
dalam kebanyakan pendapat ulama. Sedangkan istilah qullah adalah ukuran volume
air. Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume 2 qulah itu adalah
500 rithl Baghdad. Atau sama dengan 446 3/7 Rithl Mesir atau sama dengan 81
rithl Syam. Dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian
disebutkan dalam kitab fiqih sebagaimana dikutip oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili
dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu. Dalam mazhab Asy-Syafi`iyyah, bila air
dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter dan kemasukan air yang sudah
digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci
tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci (berwudhu` atau mandi). Tapi bila bukan
digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air
musta`mal. Karena istilah musta`mal yang maknanya sudah digunakan berkaitan
dengan digunakan untuk wudhu` atau mandi saja, bukan digunakan untuk hal
lainnya.
Pengertian Musta`mal di antara fuqoha mazhab :
a. Ulama
Al-Hanafiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah
digunakan untuk mengangkat hadats (wudhu` untuk shalat atau mandi wajib) atau
untuk qurbah (wudhu` sunnah dan mandi sunnah). Yang menjadi musta`mal adalah
air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air
itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa
wudhu` atau mandi. Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi
musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal
ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis,
tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi. (lihat kitab Al-Badai`
jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186,
juga Fathul Qadir 58/1,61).
b. Ulama
Al-Malikiyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah
digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan
apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk
menghilangkan khabats (barang najis). Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun
mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang
menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal
dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan
untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu`
atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah. (Lihat
As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43,
Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya).
c. Ulama
Asy-Syafi`iyyah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit
yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats.
Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat
untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian
dari sunnah wudhu`.
Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak
berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air
musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya
mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan
musta`mal kalau sudah lepas / menetes dari tubuh. Air musta`mal dalam mazhab
ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk
mencuci najis. Karean statusnya suci tapi tidak mensucikan. (Lihat Mughni
Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5 hal. 1,8)
d. Ulama
Al-Hanabilah
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah
digunakan untuk bersuci dari hadats kecil (wudhu`) atau hadats besar (mandi)
atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali
pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun
aromanya. Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air
musta`mal. Namun bila air itu digunakan
untuk mencuci atau membasuh sesautu yang diluar kerangka ibadah, maka tidak
dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian
wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`. Dan selama air itu
sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal.
Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu
untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk
wudhu` / mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air
itu musta`mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air
musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka
tidak mengakibatkan air itu menjadi 'tertular' kemusta`malannya. Bahkan Sayyid Sabiq dalam kitab Fikih
Sunahnya dengan tegas mengatakan bahwa air musta'mal adalah suci dan bisa untuk
bersuci karena melihat pada asalnya yang memang bisa mensucikan. Disebutkan
dalam sebuah riwayat bahwa Rasulullah saw. pernah mengusap kepala beliau dengan
sisa air yang terdapat di tangan (HR Ahmad dan Abu Daud).
Pendapat Saya :
Ada 2 cara untuk menetapkan air 2 kulah :
1. Dengan
menetapkan atau melihat ukuran wadah air.
Perinciannya adalah sebagai berikut;
- Apabila wadah yang digunakan adalah wadah berbentuk persegi empat, maka panjang, lebar dan kedalaman wadah tersebut adalah 1 seperempat dziro’.
- Apabila wadah yang digunakan adalah wadah berbentuk persegi tiga, maka panjang ketiga sisinya adalah 2 setengah dziro’ dan kedalamannya 2 dziro’.
- Apabila wadah yang digunakan berupa wadah berbentuk lingkaran, maka lebarnya adalah 1 dziro’ dan kedalamannya 2 setengah dziro’. (1 Dziro’ = 48 cm)
- Dengan menetapkan atau melihat isinya. Terdapat perbedaan diantara ulama’ kontemporer mengenai kadar air 2 kulah;
- Versi keterangan dalam kitab Fathul Qodir karya KH M Makshum Ali, volume air 2 kulah adalah 174,58 liter.
- Menurut keterangan dalam kitab Ghoyatul Muna Syarah Safinatun Naja karya Syaikh Muhammad bin Ali bin Muhammad Ba ‘Athiyyah Ad-Du’ani, volume air 2 kulah adalah 216 liter.
- Menurut keterangan dalam kitab At-taqrirot As-Sadidah, volume air 2 kulah adalah 217 liter.
- Menurut keterangan dalam kitab Al-fiqhul Islami Wa Adillatuh karya Syaikh Dr. Wahabah Az-Zuhaili, volume air 2 kulah adalah 270 liter.
Ulama berbeda pendapat tentang ukuran pasti dari volume air
2 qullah dalam hadits Nabi SAW karena itu silahkan kita memilih pendapat menurut
keyakinan masing-masing, tanpa diiringi sikap merendahkan dan menyalahkan
pilihan saudara kita yang berbeda. Karena semua pendapat ditegakkan diatas dalil dan usaha yang
sungguh –sungguh dari para ulama, meskipun juga
boleh jadi, 1 dari sekian pendapat tersebut lebih unggul dan utama untuk
diikuti. Asalkan jangan diiringi sikap merasa benar sendiri. Wallahu ta’ala
a’lam.
Komentar
Posting Komentar