hadits bulugul maram tentang makanan

nama: imron hasanudin
nim: 1415201026

MAKANAN
  1. Hukum Memakan Daging Binatang Buas
Para ulama biasa menyebutkan makanan yang halal dan yang haram. Ini bertujuan agar kita bisa selektif dalam makanan. Namun hukum asal setiap makanan adalah halal dan boleh. Inilah hukum asal yang mesti dipahami. Oleh karenanya, jika para ulama berselisih pendapat dalam makanan, apakah boleh dikonsumsi ataukah tidak, maka kita kembalikan ke hukum asal selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Dan patut dipahami bahwa segala hal yang diharamkan dalam Al Qur’an dan hadits, sudah pasti dihukumi haram. Itulah yang berlaku pula dalam hal binatang buas yang akan diulas pada kesempatan kali ini.
Perlu dipahami bahwa makanan itu ada tiga macam, yaitu:
  1. Yang terdapat dalil yang menunjukkan halalnya.
  2. Yang terdapat dalil yang menunjukkan haramnya.
  3. Yang didiamkan oleh syari’at. Sesuatu yang tidak disebutkan (didiamkan) halal ataukah haram adalah sesuatu yang dimaafkan oleh Allah Ta’ala. Dan asalnya, hukumnya halal.
  1. Larangan Memakan Binatang Buas Bertaring
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:
ذِي نَابٍ مِنْ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ كُلُّ
“Setiap binatang buas yang bertaring, maka memakannya adalah haram.” (HR. Muslim no. 1933)
Dari Abi Tsa’labah, beliau berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap hewan buas yang bertaring.”
Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata:
الطَّيْرِ مِنْ مِخْلَبٍ ذِي كُلِّ وَعَنْ السِّبَاعِ مِنْ نَابٍ ذِي كُلِّ عَنْ وَسَلَّمَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهِ رَسُولُ نَهَى
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang memakan setiap binatang buas yang bertaring, dan setiap jenis burung yang mempunyai kuku untuk mencengkeram.”
  1. Pandangan Ulama Madzhab Mengenai Hukum Binatang Buas
Pendapat yang masyhur di kalangan Malikiyah, “Dimakruhkan memakan hewan buas (pemangsa) baik hewan piaraan seperti kucing dan anjing atau hewan liar seperti serigala dan singa. Sedangkan mengenai monyet dan kera, ulama Malikiyah berpendapat boleh memakannya.” Ulama Malikiyah bisa berpendapat makruh karena mereka menganggap hewan yang diharamkan hanyalah yang disebut dalam Al Qur’an, surat Al An’am ayat 145.
Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
 Adapun hewan buas tidak tercakup dalam ayat tersebut. Sedangkan larangan memakan hewan setiap hewan yang bertaring dibawa ke hukum makruh menurut mereka.
Ulama Syafi’iyah berpendapat bolehnya memakan sebagian binatang buas seperti “الضّبع” (adh dhobu’, mirip serigala atau anjing hutan disebut hyena), “الثّعلب” (tsa’lab, anjing hutan disebut rubah) tupai, “الفنك” (sejenis serigala), “السّمّور” karena taring binatang-binatang tersebut tidaklah kuat. Ulama Syafi’iyah –menurut pendapat lebih kuat- berpendapat bahwa kucing rumah maupun kucing liar, serigala, dan luwak adalah haram.
Ulama Hambali hanya membolehkan memakan adh dhobu’ (“الضّبع”, sejenis anjing hutan) dari hewan buas yang ada. Salah satu pendapat Imam Ahmad, menyatakan halalnya rubah dan kucing jinak.
  1. Halalnya Adh Dhobu’ (الضّبع = hyena)
Hewan ini mirip serigala, namun berbeda. Dan dapat menyebutnya adh dhobu’ dalam bahasa Inggris adalah hyena. Hewan ini halal karena terdapat nash atau dalil sebagai pendukung. Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata,
رَسُولَ سَأَلْتُ
الْمُحْرِمُ صَادَهُ إِذَا كَبْشٌ فِيهِ وَيُجْعَلُ صَيْدٌ هُوَ فَقَالَ الضَّبُعِ عَنِ وسلم عليه اللَّهِ صلى اللَّهِ
“Aku berkata pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai ‘hyena’. Beliau bersabda, ‘Binatang tersebut termasuk binatang buruan. Jika orang yang sedang berihrom memburunya, maka ada kewajiban sembelihan domba jantan’.” (HR. Abu Daud no. 3801. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Dari Ibnu ‘Abi ‘Ammar, ia berkata,
الضَّبُعِ عَنْ اللَّهِ عَبْدِ بْنَ جَابِرَ سَأَلْتُ
نَعَمْ قَالَ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ رَسُولِ مِنْ أَسَمِعْتَهُ قُلْتُ نَعَمْ قَالَ هِيَ أَصَيْدٌ فَقُلْتُ بِأَكْلِهَا فَأَمَرَنِي
“Aku bertanya pada Jabir bin ‘Abdillah mengenai hukum ‘hyena’. Aku pun dibolehkan untuk memakannya. Aku pun bertanya, “Apakah binatang tersebut termasuk hewan buruan?” “Iya”, jawab Jabir. Aku berkata, “Apakah engkau mendengar hukum binatang tersebut dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?” “Iya betul”, jawab Jabir.” (Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Ada seseorang yang mengabari Ibnu ‘Umar bahwa Sa’ad bin Abi Waqqosh memakan ‘hyena’.” Nafi’ berkata, “Ibnu ‘Umar tidaklah mengingkari perbuatan Sa’ad.” 
Dalil-dalil di atas mendukung hyena atau “الضّبع” termasuk binatang buas yang dikecualikan dan hukumnya halal.
Yang Dimaksud Memiliki Taring Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat, “Dalil di atas (yang menyatakan haramnya memakan hewan buas yang memiliki taring) menunjukkan akan halalnya hewan buas yang tidak memiliki taring.” An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud dengan memiliki taring–menurut ulama Syafi’iyah- adalah taring tersebut digunakan untuk berburu (memangsa).
Menurut Nukilan dari Islamweb Yang dimaksud memiliki taring di sini adalah taring tersebut digunakan untuk menyerang manusia dan harta mereka, seperti singa, macan, macan tutul dan serigala. Inilah yang dimaksud memiliki taring di sini menurut jumhur (mayoritas ulama). Sedangkan Imam Abu Hanifah berpandangan bahwa setiap pemakan daging (karnivora) disebut “سبع”  (binatang buas). Yang termasuk binatang buas menurut beliau yaitu gajah, hyena, yarbu’ (hewan pengerat semacam tikus). Hewan-hewan tersebut haram untuk dimakan. Adapun Imam Syafi’i berpendapat bahwa binatang buas yang haram dimakan adalah yang menyerang manusia seperti singa, serigala dan macam. Sedangkan Imam Malik dalam Muwatho’nya berpendapat setelah menyebutkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Memakam setiap hewan buas yang memiliki taring, hukumnya haram.” Kata beliau, “Kami berpendapat secara tekstual dari hadits tersebut.”

Komentar